Diduga Pencemaran Laut dan Kejahatan Lingkungan, Nelayan Popareng Minta Gubernur YSK Hentikan Oprasi CV Ming Yan

Welly Repi
...

Kabarsulut_Kehidupan Warga pesisir Desa Popareng, Kecamatan Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan adalah Nelayan untuk menghidupi kehidupan  keluarga, kini hidup dalam bayang-bayang krisis ekologis dan ekonomi. Sejak beroperasinya tambak udang milik CV Ming Yan, penghasilan sangat merugikan nelayan dengan pembuangan limbah dari tambak udang tersebut langsung ke lautan dan merusak ekosistem terumbu karang .

Jotje salah satu Nelayan tradisional Desa Poparen ,“Setelah perusahaan maso, so susah mo dapa ikang, Puluhan tahun kita pe usaha ikan asap bekeng hidop keluarga, setelah tambak maso, langsung tutup,”tutur Jantje, pengusaha kecil pengolahan ikan asap yang kini kehilangan mata pencaharian.

Ervina Tiwow, warga Popareng ditambakan “Pas perusahaan maso so bobou skali disini, kong sambarang buang pa torang pe kintal tu limbah… tanaman-tanaman nilam samua abis,” di harapkan pihak Gubernur YSK Lewat Dinas Lingkungan hidup Provinsi dapat AMDAL  (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) perlu Ditutup karena sudah merugikan Warga

Limbah Buang ke Laut, Ikan dan Mangrove Mati.Menurut hasil investigasi YLBHI–LBH Manado, CV Ming Yan diduga beroperasi tanpa izin lingkungan yang sah dan membuang limbah tambak langsung ke pesisir Teluk Amurang. Limbah cair tersebut mencemari pekarangan warga, hutan mangrove, serta perairan laut yang merupakan bagian dari wilayah konservasi Taman Nasional Bunaken (TNB).

Akibat pencemaran ini, warga mengalami penurunan hasil tangkapan ikan, rusaknya terumbu karang, gangguan kesehatan, serta hilangnya sumber penghidupan utama. Padahal, Desa Popareng dikenal sebagai kawasan ekowisata dengan sekitar 300 kepala keluarga yang sebagian besar menggantungkan hidup dari laut dan hutan mangrove.

Warga telah melakukan aksi penutupan saluran limbah pada 15 Agustus 2025 sebagai bentuk protes terhadap perusahaan. Namun hingga kini, belum ada tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

YLBHI–LBH Manado menilai ada indikasi pembiaran sistematis dan bahkan relasi ekonomi-politik antara pemerintah dan pihak investor, sehingga kasus ini seolah dibiarkan.

Temuan Balai Taman Nasional Bunaken (16 September 2025) juga memperkuat laporan warga. Ditemukan kerusakan habitat terumbu karang di perairan Teluk Amurang yang terhubung langsung dengan titik pembuangan limbah CV Ming Yan. Analisis arus laut menunjukkan limbah dapat mencapai kawasan konservasi TNB dalam waktu hanya 30 menit.

Intimidasi Aparat di Area Tambak.Selain pencemaran, perusahaan juga diduga melibatkan aparat kepolisian dan TNI untuk menjaga area tambak tanpa dasar penugasan resmi. LBH Manado menilai tindakan ini melanggar UU No. 2/2002 tentang Polri dan UU No. 34/2004 tentang TNI karena bertentangan dengan prinsip netralitas aparat.

YLBHI–LBH Manado menegaskan, aktivitas CV Ming Yan melanggar sejumlah regulasi utama:UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a dan e tentang larangan pembuangan limbah tanpa izin.

Pasal 98 dan 99 UU PPLH, serta Pasal 73 UU Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU WP3K) tentang perusakan mangrove dan terumbu karang.

Pasal 87 dan 88 UU PPLH yang mengatur asas polluter pays dan tanggung jawab mutlak (strict liability) bagi pencemar lingkungan.

Serta Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 65 UU PPLH tentang hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Kepolisian, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar menghentikan seluruh aktivitas CV Ming Yan yang diduga ilegal.

Pemerintah wajib memerintahkan rehabilitasi mangrove dan pemulihan terumbu karang yang rusak.

CV Ming Yan harus membayar kompensasi kepada nelayan dan warga yang mengalami kerugian ekonomi dan kesehatan.

Gakkum KLHK dan aparat penegak hukum diminta menjerat perusahaan secara pidana atas dugaan pencemaran dan kelalaian serius.

Dilakukan investigasi terhadap keterlibatan aparat keamanan, dan jika terbukti, harus diberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

“Perjuangan masyarakat Desa Popareng adalah bentuk nyata perlawanan terhadap ketidakadilan ekologis. Negara wajib hadir untuk menegakkan hukum, memulihkan hak rakyat, dan memastikan laut tetap menjadi ruang hidup — bukan korban kerakusan korporasi,”tegas Pascal, Pengacara Publik YLBHI–LBH Manado.